Bantul,REDAKSI17.COM – Keindahan Batik Tulis membawa Desa Wisata Wukirsari meraih predikat Best Tourism Village oleh UN Tourism 2024. Dari desa kecil di selatan Yogyakarta, batik tulis Wukirsari dikenal hingga dunia internasional.
Ahmad Bahtiar, Sekretaris Pengelola Desa Wisata Wukirsari, menjelaskan, “Semua dimulai dari tahun 1634 ketika batik yang dulu hanya dipakai bangsawan kraton mulai diperbolehkan untuk masyarakat umum. Keraton Mataram mengajarkan banyak hal, termasuk cara membatik. Warisan itulah yang menjadikan Yogyakarta kaya akan batik.”
Membatik adalah proses rumit yang memakan waktu hingga tiga bulan per kain. Prosesnya mulai dari membuat pola yang disebut molo, kemudian melowongi untuk menggambar garis besar, dilanjutkan dengan nerusi yang mengisi motif secara detail. Setelah itu kain dicelup warna berulang (dibabar), dan akhirnya dilorot untuk menghilangkan lilin. Lilin ini berfungsi sebagai penghalang agar warna tidak menyebar ke motif yang diinginkan.
Motif batik juga mengandung makna filosofis yang diwariskan turun-temurun. Perawatan batik harus hati-hati, dicuci dengan lerak atau sampo, dijemur di tempat teduh, dan disimpan agar tidak lembap,” ujar Bahtiar pada Senin (02/06) di Kampung Batik Giriloyo, Wukirsari, Bantul.
Di Desa Wisata Wukirsari, motif batik tidak hanya cantik, tapi juga penuh makna dan tradisi. Salah satu motif khas yang dibuat di sini adalah Sirgunggu Wiguna. Motif ini sudah punya sertifikat hak cipta, jadi asli dari Wukirsari. Sirgunggu sendiri adalah nama tanaman obat yang akarnya dipakai untuk pengobatan tradisional gurah.
Bahtiar menjelaskan, “Sirgunggu Wiguna artinya tanaman sirgunggu yang berguna. Selain jadi sentra batik tulis, Wukirsari juga dikenal sebagai pusat pengobatan gurah di Giriloyo.”
Selain itu, ada motif Wahyu Tumurun yang spesial karena pernah dibeli oleh Kaisar Naruhito dari Jepang. Motif ini berarti turunnya wahyu dari Tuhan supaya pemakainya selalu hidup di jalan yang benar. Motif ini dikombinasikan dengan motif Truntum, yang artinya penuntun. Jadi, kedua motif ini punya makna ganda: wahyu yang turun dan petunjuk dari Tuhan.
Motif lain yang penting adalah Sido Mukti. Sido berarti jadi, dan Mukti berarti hidup mulia atau sejahtera. Motif ini mengandung doa agar pemakainya mendapat hidup yang baik. Di motif ini juga ada gambar Garuda, simbol kejayaan dan kebesaran. “Gurdo itu lambang Garuda yang menunjukkan hidup mulia,” jelas Bahtiar.
Ada juga motif Parang, yang melambangkan senjata. Parang berarti kecerdasan dan kebijaksanaan seorang pemimpin. Motif parang besar hanya boleh dipakai bangsawan atau raja, jadi di Wukirsari mereka membuat parang kecil sebagai penghormatan kepada Raja Yogyakarta. Motif Sido Asih berarti saling mengasihi dan mencintai. Biasanya motif ini dipakai pengantin sebagai simbol cinta dan kebersamaan. Motif ini menggambarkan rasa cinta yang tetap ada meski ada masalah atau perbedaan.
Selain batik tradisional, Wukirsari juga membuat motif modern, seperti Aquarium yang terinspirasi dari air. Motif ini memakai pewarna sintetis, berbeda dengan warna alami batik tradisional. Dengan berbagai motif yang penuh makna dan terus berkembang, Wukirsari tidak hanya melestarikan batik tulis, tapi juga berinovasi agar batik tetap disukai banyak orang, baik di dalam maupun luar negeri.
Dulu, masyarakat Wukirsari hanya menjadi buruh batik dengan upah tidak menentu dan harus menyetorkan hasil batik ke juragan di kota. “Saya masih ingat, waktu kecil saya menemani ibu membatik, kami naik sepeda ke terminal Giwangan lalu naik bus ke kota, menawarkan tiga kain batik, kadang hanya satu yang laku,” kenangnya.
Pada Mei 2006, gempa besar mengguncang Bantul dan menghancurkan rumah serta ekonomi warga. “Mental kami juga luluh, tapi dari kesusahan itu kami bangkit. Banyak pemberdayaan dan pelatihan diberikan, salah satunya lewat batik. Kami memecahkan rekor MURI dengan membuat selendang batik tulis terpanjang pada 2007. Itu menjadi titik balik, dunia mulai melirik bahwa batik di sini bukan hanya hidup, tapi juga menghidupkan,” kata Ahmad.
Tahun 2008, Wukirsari memperkuat identitasnya sebagai Kampung Batik Giriloyo, bersamaan dengan pengakuan UNESCO terhadap batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia. Ahmad menegaskan, “Batik asli adalah yang melalui proses menggunakan lilin panas, baik batik tulis, cap, atau kombinasi keduanya. Printing bukan batik. Ini penting agar budaya kita tetap terjaga.”
Desa ini juga mengembangkan batik sebagai produk dan pengalaman wisata. “Kami menawarkan wisatawan untuk mencoba membatik sendiri, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, karena kami sudah dikenal sampai ke dunia,” ujarnya.
Pada 2019, kunjungan wisata mencapai 29 ribu orang. Wisatawan menikmati paket terpadu, mulai dari melihat produk batik, praktik membatik, kesenian daerah, hingga kuliner, dengan durasi kunjungan dari beberapa jam hingga beberapa hari, termasuk menginap di homestay.
Konsep desa wisata ini berbasis komunitas (Community Based Tourism), melibatkan seluruh warga sesuai keahlian, mulai dari membatik, memandu wisata, memasak, hingga menjaga kebersihan. Wisatawan juga disambut dengan kesenian khas seperti tari-tarian, Wayang Tingklung, dan Sholawat Rodad.
Pandemi COVID-19 menyebabkan pariwisata berhenti total hingga 2021. “Tahun 2020 kami benar-benar terpuruk, tapi saya percaya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Di 2022 kami lolos sertifikasi desa wisata berkelanjutan dari Kemenparekraf, lalu juara satu Anugerah Desa Wisata Indonesia 2023, dan di 2024 masuk 260 desa wisata terbaik dunia versi PBB,” terang Ahmad.
Setelah mendapat pengakuan dari UN Tourism, kunjungan wisata meningkat dari sekitar 7.000 menjadi hampir 10.000 per bulan. “Ini berdampak positif pada ekonomi lokal, terutama bagi pembatik dan pemandu wisata, serta pedagang kecil yang mendapat pasar baru,” katanya. Desa juga menjaga budaya dan infrastruktur tradisional seperti joglo dan limasan, mendukung status sebagai desa budaya mandiri.
Tradisi membatik sangat dijaga. “Ada aturan tak tertulis bahwa setiap anak perempuan di desa harus bisa membatik. Ini warisan sejak 1634 yang terus kami jaga,” ujarnya.
Pemasaran batik dilakukan melalui galeri kecil di rumah pembatik dan galeri sentra di lokasi strategis desa wisata. Sejak 2008 mereka juga sudah memanfaatkan website untuk promosi dan reservasi, bahkan sebelum banyak desa wisata lain. Kini platform digital seperti Google Maps, Instagram, TikTok, dan YouTube Shop juga aktif digunakan.
Pengelolaan dan penjualan batik dilakukan melalui Koperasi Jasa Kampung Batik Giriloyo yang berdiri sejak 2021. “Koperasi ini menampung produk dengan sistem pembagian hasil yang adil antara koperasi dan pembatik. Sebelumnya sudah ada paguyuban untuk menjaga komunitas yang sehat dan saling mendukung,” jelas Ahmad.
Penjualan batik Wukirsari sudah merambah pasar internasional, termasuk Filipina, Australia, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Jepang. Popularitas makin naik setelah Kaisar Naruhito membeli batik dari desa ini.
Dukungan datang dari berbagai tingkatan pemerintahan, mulai kelurahan, kabupaten, provinsi, hingga nasional dan internasional (UN Tourism). Pemerintah membantu fasilitas seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL), galeri, tempat parkir, dan aula, yang memperkuat pelestarian batik tulis dan pengembangan desa wisata.
Humas Pemda DIY