Home / Nasional / YLBHI Sorot Pengakuan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo, Minta MPR Lakukan Penetapan Ini

YLBHI Sorot Pengakuan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo, Minta MPR Lakukan Penetapan Ini

YLBHI Sorot Pengakuan Eks Ketua KPK Agus Rahardjo, Minta MPR Lakukan Penetapan Ini
Jakarta,REDAKSI17.COM – Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhamad Isnur mengatakan upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dilakukan diimplementasikan sejak Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkuasa.

Hal itu disampaikan Isnur menyikapi pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang digunakan mengaku pernah diminta Jokowi menghentikan pengusutan kasus mega korupsi pengadaan e-KTP.

“Pengakuan Agus Raharjo ini juga menyingkap upaya sistematis pelemahan lalu penghancuran KPK. Sebagaimana diketahui, pelemahan KPK secara konsisten telah lama diimplementasikan sejak Jokowi berkuasa,” kata Isnur dalam keterangan resmi, Sabtu (2/12/2023).

Isnur mengatakan, YLBHI mempunyai beberapa catatan upaya pelemahan lalu penghancuran KPK. Misalnya, kriminalisasi para pimpinan KPK seperti Abraham Samad, Bambang Widjoyanto, serta puluhan penyidik pada 2015. Kemudian, penyerangan Novel Baswedan juga angket KPK oleh DPR.

Upaya pelemahan dan juga penghancuran KPK yang dijalani pemerintah era Jokowi selanjutnya ketika mengangkat panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK bermasalah, merevisi UU KPK. Lalu, pemberhentian illegal 75 lebih tinggi pegawai KPK, hingga Ketua KPK Firli Bahuri yang tersebut pada saat ini ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Dikatakan Isnur, jika Jokowi benar terbukti pernah memerintahkan pimpinan KPK menghentikan kasus korupsi E-KTP, maka Presiden telah terjadi melakukan langkah pidana serius. Menghalang-halangi penyidikan tindakan pidana korupsi (tipikor) merupakan tindakan penghinaan pada peradilan oleh sebab itu menghambat penegakan hukum dan juga merusak citra lembaga penegak hukum.

“Jika ini benar, maka patut diduga kuat bahwa Presiden Jokowi melakukan penghalang-halangan penegakan hukum (obstruction of justice) terhadap kasus langkah pidana korupsi,” kata Isnur.

Ia mengatakan, sesuai Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjelaskan bahwa obstruction of justice adalah tindakan setiap orang yang tersebut dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tiada langsung penyidikan, penuntutan, serta pemeriksaan di dalam sidang pengadilan terhadap tersangka serta terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

“Publik mengetahui bahwa Setya Novanto telah terjadi terbukti bersalah melakukan aksi pidana korupsi berhubungan dengan kasus E-KTP yang digunakan merugikan negara sebanyak Rp2 triliun. Maka, seiring dengan terbukanya kasus ini, KPK perlu segera melakukan penyidikan lebih banyak lanjut terkait dengan dugaan keterlibatan Presiden Joko Widodo dalam korupsi E-KTP,” ujarnya.

Lebih lanjut, Isnur mengatakan tindakan obstruction of justice adalah tindakan yang mana menabrak serta berkontradiksi dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Terlebih jika hal hal tersebut dijalani secara langsung oleh Presiden sebagai orang kepala negara kemudian pemerintahan.

Oleh karenanya, Isnur mendesak agar segera dikerjakan penyelidikan lalu penyidikan dugaan perbuatan pidana obstruction of justice dalam kasus korupsi mega proyek E-KTP yang digunakan diduga melibatkan Jokowi.

Isnur menyebut perbuatan yang dimaksud diduga dijalani Jokowi dapat mengarah pada pelanggaran Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melakukan pelanggaran hukum terdiri dari pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, aktivitas pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela atau pendapat bahwa presiden atau duta presiden bukan lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau perwakilan presiden.

“Terhadap seluruh rangkaian peristiwa pelemahan lalu penghancuran KPK tersebut, maka YLBHI berpendapat perlu dijalankan upaya hukum terhadap Jokowi dan juga juga pemulihan kembali institusi KPK agar menjadi independen,” ujar Isnur.

YLBHI juga mendesak MPR/DPR menetapkan bahwa Presiden Jokowi sudah melakukan perbuatan tercela lalu segera diproses melalui DPR kemudian ke Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan ketentuan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai diintervensi pemerintah sejak kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 2017 silam.

Hal itu diungkapkan mantan ketua KPK, Agus Rahardjo, dalam program Rosi, yang tersebut ditayangkan pada stasiun swasta nasional, Jumat (1/12/2023).

Agus mengatakan, kala itu dirinya sedang menjabat sebagai Ketua KPK periode 2015-2019. Pada tahun 2017, dia dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan juga agar pengusutan kasus Setya Novanto terkait kasus mega korupsi pengadaan e-KTP dihentikan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *