Jakarta, REDAKSI17.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu mengungkapkan fenomena kekeringan uang yang terjadi pada tempat Tanah Air. Padahal, pertumbuhan sektor sektor ekonomi Indonesia cukup baik. Bahkan, kegiatan ekonomi nasional mampu tumbuh dalam dalam kisaran 5%.
Dia berargumen fenomena ini muncul oleh sebab itu adanya crowding out dana masyarakat. Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lalu BI menerbitkan terlalu banyak instrumen, yakni Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) kemudian Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
“Jangan semuanya ramai membeli yang dimaksud dimaksud tadi saya sampaikan ke BI maupun SBN walau boleh-boleh cuma tapi agar sektor riil sanggup kelihatan lebih tinggi besar baik dari tahun yang tersebut mana lalu,” ujar Jokowi dalam dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di dalam tempat Kantor Pusat BI, Jakarta, dikutip Rabu (27/12/2023).
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan semata-mata sekali 3,9% secara tahunan (year on year/yoy) per Oktober 2023, menjadi Rp 7.982,3 triliun. Angka pertumbuhan itu turun berjauhan dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 6,4% (yoy).
Pertumbuhan ini mengalami stagnasi pada November 2023. Pada bulan tersebut, DPK tercatat Rp 8.029,7 triliun, atau tumbuh sebesar 3,8% (yoy). Pertumbuhan DPK hal itu dipengaruhi oleh pertumbuhan DPK perorangan yang tersebut mana tumbuh sebesar 5,1% secara tahunan, sementara DPK korporasi tumbuh sebesar 3,1 % secara tahunan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan melambatnya pertumbuhan likuiditas atau dana pihak ketiga (DPK) itu disebabkan instrumen investasi modal sekarang semakin banyak, sehingga penduduk tidaklah belaka mengalokasikan uang lebihnya untuk ditabung pada bank saja, melainkan juga masuk ke berbagai instrumen investasi.
“Dulunya belaka pada DPK, di dalam area tabungan dalam tempat perbankan, sekarang bisa jadi jadi beli SBN, ritel maupun investasi-investasi yang dimaksud dimaksud lain, sehingga memang untuk kelompok menengah ini memang penurunan DPK antara lain ada pergeseran dari dulunya pada dalam DPK ke pembelian obligasi pemerintah,” tutur Perry saat konferensi pers pada kantor pusat BI, Jakarta, dikutip Rabu (27/12/2023).
Deputi Gubernur BI Juda Agung menambahkan, kondisi lemahnya pertumbuhan DPK itu terutama disebabkan golongan nasabah korporasi. Dipicu oleh pendapatannya yang dimaksud yang disebut bergabung menurunkan akibat melemahnya harga-harga komoditas.
“Tidak setinggi tahun lalu oleh sebab itu harga-harga komoditas sekarang agak turun, jadi income dia, ekspor tak setinggi tahun lalu,” kata Juda dalam kesempatan yang mana mana sama.
Juda mengakui pertumbuhan simpanan nasabah pada bank melambat, tetapi dia memverifikasi likuiditas perbankan bukan mengalami gangguan, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,04%.
“Masih di dalam tempat nomor 26%, ini sangat sangat tambahan lanjut tinggi dari rata-rata historisnya sekitar 20% lalu juga threshold 10%,” tegas Juda.
Di sisi lain, dia mengungkapkan melambatnya pertumbuhan DPK juga tidaklah akan mengganggu penyaluran kredit. Sebab, likuiditas perbankan BI anggap masih sangat cukup terutama masuk ke dalam SBN.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai likuiditas bank di area tempat Indonesia dalam kondisi yang mana yang disebut baik. Meskipun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dalam dua bulan terakhir terbilang rendah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa memang terjadi perlambatan penempatan dana warga dalam dalam perbankan. Satu penyebabnya adalah dunia bidang usaha Indonesia saat ini dalam proses normalisasi setelah pandemi Covid-19.
“Justru angka-angka sekarang ini kembal mendekati serupa dengan prapanedemi dalam arti besaran nominalnya,” kata Mahendra dalam Economic Outlook 2024, Jumat (22/12/2023).
Selain itu dia menduga perlambatan pertumbuhan DPK sebab warga mempunyai banyak pilihan penempatan dana. “Instrumen menempatkan dana tambahan bervariasi termasuk juga kemungkinan penyertaan modal SBN juga juga pasar modal,” kata Mahendra.
Kendati demikian dia menilai capaian kinerja penggalangan dana bank hingga mendekati akhir 2023 adalah sesuatu yang tersebut dimaksud luar biasa. Melihat fenomena ini, Ketua Dewan Komisioner (DK) LPS Purbaya Yudhi Sadewa tidaklah tinggal diam. Dia mengatakan pihaknya sedang melakukan investigasi terhadap kemana larinya dana masyarakat.
“Kalau lihat dari data-data yang mana dapat kita monitorkan, alat likuid kemudian lain-lain masih bagus. Ada sinyal seperti itu bahwa ada semacam kekeringan kurangnya likuiditas perbankan itu agak mengejutkan kami. Kami sedang meneliti tambahan besar dalam ya, mudah-mudahan kita tahu apa penyebabnya,” kata Purbaya dalam tempat LPS Awards pekan lalu.
Ia memaparkan ada beberapa kemungkinan terkait kekeringan uang tersebut, yakni, uang itu belaka hanya ‘ngumpul’ di area area bank besar atau dalam pemerintah yang dimaksud digunakan dalam hal ini BI. Inilah yang dimaksud yang LPS sedang teliti.
“Ini klasik pada dalam dunia perbankan dalam keadaan dunia bidang usaha yang mana mana melambat uang seolah-olah hilang dari sistem perekonomian, ini kita bilang the cash of missing money kalau di dalam dalam ekonomi. Nggak gampang dari negara-negara berbeda. Makanya kita mesti teliti tambahan lanjut dalam lagi,” pungkas Purbaya.