Home / Politik / Ahmad Doli Kurnia: DPR Siap Tindaklanjuti Putisan MK terkait Pembentukan Lembaga Pengawas Independen ASN

Ahmad Doli Kurnia: DPR Siap Tindaklanjuti Putisan MK terkait Pembentukan Lembaga Pengawas Independen ASN

  
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia

Jakarta,REDAKSI17.COM – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan bahwa DPR menghormati dan akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 121/PUU-XXII/2024, yang memerintahkan pemerintah dan DPR membentuk lembaga pengawas independen Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam waktu dua tahun.

Menurut Doli, putusan tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat sistem merit, menjaga netralitas ASN, sekaligus memberikan perlindungan terhadap aparatur dari potensi politisasi birokrasi.

“Kita harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi, karena sifatnya final and binding. Saat membahas revisi UU ASN dulu, saya masih di Komisi II, dan itu salah satu pembahasan terlama—hampir tiga tahun. Isu yang paling alot waktu itu adalah keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN),” kata Doli usai melakukan kunjungan kerja Baleg DPR RI ke Kota Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (28/10/25).

Ia menjelaskan, saat pembahasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, terdapat tiga isu utama yang menjadi perhatian, yakni penyelesaian nasib tenaga honorer, modernisasi birokrasi melalui digitalisasi pelayanan publik, dan keberlanjutan lembaga pengawas ASN seperti KASN.

“Sebagian besar anggota Komisi II saat itu sebenarnya berharap KASN tetap ada karena menjadi lembaga pelindung ASN dari kesewenang-wenangan atau politisasi jabatan. Namun pemerintah lebih cenderung agar KASN ditiadakan, dan akhirnya fungsi pengawasan diambil alih oleh Kemenpan RB dan BKN,” jelas anggota Komisi II DPR RI periode 2024–2029 itu.

Dengan adanya putusan MK yang mewajibkan pembentukan lembaga pengawas independen, Doli menilai DPR dan pemerintah perlu mencari formulasi baru agar lembaga tersebut tetap efektif tanpa menambah beban birokrasi.

“Dalam revisi UU ASN nanti, kita perlu mencari formula yang tepat. Satu sisi pengawasan independen harus ada, tapi di sisi lain jangan sampai menambah tumpang tindih birokrasi atau menyulitkan daerah,” ungkapnya.

Selain membahas putusan MK, Doli juga menyinggung isu alih status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa tes, yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Menurutnya, UU ASN sudah memberikan dasar hukum jelas untuk penyelesaian masalah tenaga honorer. Namun, hingga kini pemerintah belum menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana, padahal seharusnya diterbitkan paling lambat enam bulan setelah undang-undang disahkan.

“Dalam UU ASN sudah jelas, ASN terdiri dari PNS dan P3K. P3K ini juga ada yang penuh waktu dan paruh waktu. Harapannya, tenaga honorer bisa masuk ke kategori P3K, karena banyak di antara mereka sudah bekerja puluhan tahun dan tidak memenuhi syarat usia menjadi PNS,” jelasnya.

Meski demikian, Doli menegaskan bahwa proses seleksi tetap dibutuhkan untuk menjamin kualitas ASN. Namun mekanismenya perlu disesuaikan agar lebih inklusif bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi.

“Seleksi tetap harus ada, tapi bisa disesuaikan agar lebih realistis. Kita juga paham keterbatasan anggaran yang berpengaruh pada formasi ASN. Karena itu, P3K paruh waktu bisa jadi solusi sementara,” tuturnya

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *